![]() |
| Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan mulai menerapkan registrasi SIM-Card pakai wajah pada 1 Juli 2026 (Foto: Akun X@nusabali) |
KEMENTERIAN Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan rencana penerapan registrasi SIM-Card pakai wajah berlaku pada 1 Juli 2026. Skema ini digadang-gadang menjadi langkah strategis dan ampuh untuk meningkatkan keamanan ekosistem telekomunikasi.
Termasuk juga menekan maraknya kasus penipuan berbasis nomor ponsel. Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah sudah menerapkan kewajiban validasi dengan identitas Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK) milik pelanggan.
Namun, rupanya hal itu masih dinilai tidak mempan karena penipuan berbasis seluler masih terus terjadi. Komdigi pun memastikan, kebijakan baru ini sudah melalui kajian mendalam, termasuk soal kekhawatiran sebagian kalangan yang khawatir terjadi penyalahgunaan.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital, Kementerian Komdigi, Edwin Hidayat, mengatakan konsultasi publik terkait aturan registrasi SIM card face recognition sudah rampung. "Kita sudah konsultasi publik ya dan kita sudah terima masukan-masukan ini, kita masukkan dalam rancangan," ujarnya di acara Talkshow Registrasi Biometrik, Jakarta, Rabu (17/12/2025) kemarin.
Saat ini, kata Edwin, pihaknya sedang melakukan proses harmonisasi internal dan eksternal. "Jadi, kalau lancar semuanya dalam waktu dekat akan ditandatangani oleh menteri," katanya.
Edwin memastikan pemerintah akan mewajibkan registrasi SIM card pakai wajah itu berlaku pada 1 Juli 2026. Sebelumnya akan melalui masa transisi selama enam bulan sejak 1 Januari 2026.
"Secara sukarela itu sampai enam bulan. Tapi setelah 1 Juli sudah mulai setiap kartu selular harus wajib dengan face recognition," ucap Edwin.
Sementara itu, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menjelaskan bahwa setiap operator selular telah mempersiapkan penerapan kebijakan baru tersebut. Kewajiban registrasi SIM card pakai wajah ini diberlakukan hanya untuk pelanggan baru saja.
Dengan demikian, pelanggan lama tidak diwajibkan registrasi ulang. Sehingga pelanggan seluler lama tak perlu repot-repot mendaftar lagi.
"Jadi, mulai 1 Januari 2026 itu masih sukarela dengan dua metode, yakni kirim ke 4444 dan biometrik. Baru nanti 1 Juli 2026 sudah diwajibkan penuh pakai biometrik," kata Direktur Eksekutif ATSI Marwan O Baasir.
Jika kebijakan registrasi SIM card face recognition ini resmi diterapkan nantinya. Maka setiap pelanggan yang membeli atau mengaktifkan SIM card baru akan melalui proses pemindaian wajah.
Data biometrik tersebut kemudian akan dicocokkan dengan basis data kependudukan milik Dukcapil. Jika sesuai dengan identitas NIK dan KK yang didaftarkan, maka SIM card seluler tersebut dapat diaktifkan.
rencana kebijakan registrasi kartu SIM berbasis pengenalan wajah dikritisi pengamat kebijakan publik hingga warga di Jawa Barat. Mereka menilai, kebijakan tersebut rawan mencakup data dan berpotensi memboroskan dana pemerintah di tengah kebijakan efisiensi anggaran.
Pengamat kebijakan publik dari Perkumpulan Inisiatif, Nandang Suherman, menilai urgensi rencana itu. Menurutnya, pendaftaran kartu SIM dengan data kependudukan berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK) di KTP sudah memuat identitas lengkap dan termasuk informasi biometrik.
”Komdigi mau buat kebijakan baru ketika registrasi kartu SIM wajib mendaftarkan wajah. Padahal, kita sudah pakai NIK, kenapa harus diulang,” ujarnya di Bandung, Selasa (25/11/2025).
Nandang juga menyinggung kembali polemik kebocoran data pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini yang membuat masyarakat ragu terhadap pengelolaan data pribadi seluler.
Ia menilai, kebijakan ini justru menimbulkan tanda tanya tentang efektivitas pemanfaatan data kependudukan. Di mana selama ini dikelola dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) setempat.
Hal senada disampaikan pemerhati budaya dan komunikasi digital serta pendiri literos.org, Firman Kurniawan. Ia menegaskan, data biometrik warga, termasuk foto dan sidik jari, sudah tersimpan ketika pencatatan e-KTP.
Oleh karena itu, ia menilai, tidak perlu dilakukan perekaman wajah ulang untuk registrasi kartu SIM. ”Masyarakat menolak karena riwayat perlindungan data selama ini,” merujuk pada banyaknya penipuan melalui seluler.
Ia berpendapat, pengambilan gambar wajah di sejummlah negara cenderung mengarah pada klarifikasi masyarakat. Hal inilah yang juga menjadi alasan penolakan warga.
Terkait alasan kebijakan karena maraknya penipuan menggunakan nomor telepon, ia menilai, yang harus ditindak adalah pelaku. Bukan seluruh pengguna jasa telekomunikasi.
”Jangan menghukum semua masyarakat seolah-olah mereka akan menyalahgunakan nomor,” katanya. Keberatan juga disuarakan Ramadhan (26), pekerja swasta asal Bandung Barat.
Ia menyatakan, kebijakan ini tumpang tindih dengan sistem identitas yang sudah berjalan. Menurutnya, celah yang ditutupi data tetap terbuka meski nomor telepon sudah diregistrasi menggunakan NIK.
Kementerian Komdigi mengungkapkan tujuan di balik diterapkannya registrasi SIM card pakai wajah (face recognition). Pemerintah akan menguji kebijakan tersebut melalui masa transisi selama enam bulan sejak 1 Januari 2026.
Sehingga, dari pengujian itu akan menjadi bahan evaluasi sebelum diterapkan. Komdigi menilai kebijakan ini merupakan langkah konkret untuk memutus mata rantai kejahatan digital yang kerap menggunakan nomor seluler sebagai pintu masuk.
Hingga September 2025, jumlah pelanggan seluler yang tervalidasi mencapai lebih dari 332 juta. Namun, laporan Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat 383.626 rekening terlapor sebagai rekening penipuan.
Adapun total kerugian masyarakat ditaksir mencapai triliunan rupiah. Direktur Jenderal Ekosistem Digital, Kementerian Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menegaskan bahwa hampir seluruh modus kejahatan siber menjadikan nomor seluler sebagai alat utama.
Kejahatan siber tersebut, seperti scam call, spoofing, smishing, hingga penipuan social engineering. "Kerugian penipuan digital ini sudah mencapai lebih dari Rp7 triliun," katanya.
"Bahkan setiap bulan ada 30 juta lebih scam call dan setiap orang menerima minimal satu spam call seminggu sekali. Hal tersebut yang membuat Komdigi membuat kebijakan registrasi SIM card menggunakan face recognition," kata Edwin.
Pernyataan ini memperkuat analisis sebelumnya yang mengungkap celah registrasi SIM card picu maraknya penipuan online. Edwin menambahkan, aturan ini juga bertujuan membantu operator membersihkan database dari nomor-nomor tidak aktif.
Pasalnya, saat ini tercatat lebih dari 310 juta nomor seluler beredar. Sementara populasi dewasa Indonesia sekitar 220 juta.
"Jadi sinyal frekuensi seluler para operator bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang benar-benar menjadi pelanggan loyal. Bukan digunakan oleh para pelaku tindak kejahatan digital," ucapnya. source artikel RRI


